Pasang Iklan Gratis!


Promosi Blog & Pasang Iklan GRATIS

Kamis, 03 Desember 2009

Kisah Seorang Baby Sister

Posted on 09.38 by Ana_Sasa

Baru seminggu Mas Adi pacarku pindah ke Semarang Aku sudah merasakan kerinduan yang
menyiksa. Libur pertama dia tak bisa ke Jakarta mengunjungiku, sebab dia harus memanfaatkan
waktu liburnya untuk mencari-cari tempat kost.
Aku bisa mengerti bila Mas Adi week-end kali ini belum bisa menemuiku. Yang tak bisa
“mengerti” adalah bagian tubuhku yang di bawah sana … Di dalam sana acap kali
berdenyut-denyut merindukan ‘belaian’, suhu tubuhku naik seiring dengan naiknya keinginan
‘diisi’. Kalau sudah begini buah dadaku serasa ‘bengkak’ dan putingnya keras menegang. Aku
sungguh merindukan remasan tangannya dan ciuman mengambangnya di dadaku, serta kuluman pada
putingku seperti setiap minggu dia lakukan. Aku juga merindukan pompaannya yang penuh
variasi, kadang tusukan mengambang dan setengah batang, kadang hunjaman ‘full body’. Oh Mas
Adi …. Aku merindukan belaian mesramu yang penuh nafsu …. Perasaan haus belaian Mas
Adi begini biasa datang waktu menjelang tidur atau saat sepi siang hari dimana penghuni
sedang tak ada. Hanya ada Aku dan Putri, anak majikanku sementara Bi Ijah sepanjang hari
hampir selalu ada di belakang.

Suatu malam saat Aku sedang ‘kasmaran’ dan meremas-remas dadaku, kudengar suara tangisan
Putri, anak majikanku. Aku segera bangkit menghampirinya dengan nafas yang masih tersengal.
Biasa, Putri terbangun karena pampers-nya basah. Setelah kuganti tangisannya tak juga
berhenti, ini artinya dia lapar. Kugendong dia supaya tangisannya tak mengganggu papa
mamanya yang mungkin lagi ‘main’ sementara Aku membuatkan susunya. Tiba-tiba Aku merasakan nikmat yang
aneh di dadaku dan tangis Putri berhenti. Oh ! … kulihat mulut Putri sedang asyik menyedoti puting
dadaku ! Dia begitu tenang menikmati ’susu’ku. Dadaku yang tanpa bra belum sempat kututup lagi sewaktu
mendatangi Putri tadi. Memang sudah biasa ketika kugendong kepala Putri menyusup di dadaku. Dengan dada
yang terbuka dan puting yang masih tegang karena kugosok-gosok sambil membayangkan Mas Adi tadi, Putri
dengan mudah ‘menemukan’nya. Kalau dadaku dalam keadaan ‘normal’ tentu sulit bagi Putri untuk mengemotnya.
Tapi kejadian ini membuatku pada pengalaman nikmat baru … ***

Pagi tadi Aku sungguh nervous. Betapa tidak. Sebelum Pak Anton, majikanku, berangkat kantor,
dia ingin menggendong Putri dan mengambilnya dari gendonganku. Entah sengaja atau tidak,
lengan Pak Anton sempat menekan dadaku sewaktu dia meraih Putri dari gendonganku. Tekanan
lengannya pas pula di putingku. Aku sungguh berharap semoga saja Pak Anton tadi sama sekali
tak sengaja berbuat begitu. Aku tak ingin ada masalah dengan keluarga Anton.
Masalah yang sering Aku dengar antara baby sitter dengan majikannya. Aku menyukai pekerjaan
ini dan betah tinggal di sini. Aku tak mau kehilangan pekerjaan ini. Aku pantas cemas bila
memikirkan jangan-jangan Pak Anton sengaja berbuat begitu dalam rangka coba-coba
menggodaku. Menggodaku ? Memangnya kamu siapa. Cukup “berharga”kah kamu di mata Pak Anton ?
Lihat isterinya. Cantik, putih, tinggi, langsing bak peragawati. Aku jadi senyum sendiri.
Suatu kekhawatiran yang berlebihan kurasa. Ini karena Aku menikmati pekerjaanku. Dengan gaji
yang lumayan dan pengeluaran hampir tak ada, Aku bisa menabung untuk persiapan masa depanku
bersama Mas Adi. Wajarlah Aku begitu khawatir kalau kehilangan pekerjaan. Tapi dengan
membandingkan Bu Anton, Aku merasa lebih tenang. Peristiwa tadi pagi adalah senggolan tak
disengaja.

Rupanya perasaan tenang yang kualami tak lama bertahan. Tadi pagi lagi-lagi Pak Anton
mengambil Putri dari gendonganku sambil punggung tangannya mengusap dadaku. Padahal Aku
sudah bersiap dengan menjauhkan jarak Putri dari dadaku, tapi tangan Pak Anton begitu
jelasnya sengaja menjangkau dadaku. Dengan muka marah kupelototi mata Pak Anton. Ingin Aku
memakinya saat itu juga, tapi mulutku terkunci. Dia menghindar, tak berani menatap mataku.
Ini jelas-jelas bukan tak sengaja. Aku menangis. Begitu sedih dan jengkel mendapati
kenyataan bahwa Pak Anton memang sengaja meraba dadaku. Ingin rasanya Aku menelepon Mas Adi
dan mengadukan perbuatan Pak Anton ini. Tapi Aku begitu khawatir kehilangan pekerjaan.
Kalau nanti Mas Adi melapor ke Bu Anton atas perbuatan suaminya itu, pasti Bu Anton
menyalahkanku dan lalu memecatku. Orang kecil memang selalu jadi korban. Mana ada Bu Anton
menyalahkan suaminya, tak akan terjadi.
Kejadian itu berulang lagi dengan cara yang berbeda. Ketika Aku sedang membalur tubuh Putri
yang kubaringkan di boks-nya dengan minyak telon, Pak Anton berdiri di belakangku menggoda
Putri. Kurasakan pahanya menempel di pantatku. Posisi tubuhku yang setengah membungkuk tak
bisa lagi maju karena tertahan boks bayi, paling hanya menggeser kekiri. Tapi dia ikut pula
menggeser bahkan sambil menekan. Oh … kurasakan sesuatu yang keras menekan pantatku.
Jelas, benda keras itu adalah penis Pak Anton. Aku tak bisa lagi menghindar dengan
menggeser lagi karena kena tiang boks. Aku terpojok tak berkutik. Yang bisa kulakukan
hanya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaanku untuk segera kabur dari situ. Kurang ajar !
Pak Anton membuat gerakan-gerakan menggoda anaknya sehingga penis tegangnya menggeser-geser
pantatku. Aku hanya bisa menahan diri untuk tak meledak marah. Lagi-lagi Aku hanya bisa
menangis … Setelah agak tenang Aku coba mengingat-ingat kembali perilakuku sejak pertama
bekerja sebagai baby sitter di keluarga Anton sampai hari ini.

Aku mencoba introspeksi apakah ada kelakuanku yang membuat Pak Anton jadi kurang ajar.
Tidak ada. Perilakuku biasa saja. Caraku berpakaian juga sopan, Aku selalu memakai seragam
putih yang tertutup. Aku coba meyakinkan dengan bercermin. Tertutup. Tak ada bagian tubuhku
yang terbuka. Seragam itu ujungnya sampai di bawah lutut dan bagian dada tertutup. Kalaupun
ada yang dibilang rada ‘mengundang’ cuma ini, di bagian dada rada ketat sehingga kesan
menonjol. Tapi itu bukan salahku, memang keadaan dadaku begitu.

Aku bisa menarik suatu pelajaran, bahwa seorang pria yang punya segalanya, isteri cantik,
keluarga harmonis dan bahagia, bukan berarti dia berperilaku baik pada wanita di
sekelilingnya, bukan pula jaminan dia tak akan mengganggu wanita lain. Apa yang musti
kulakukan sekarang agar nanti tak jadi runyam ? Minta berhenti ? Tidak. Itu hanya
menandakan bahwa Aku seorang wanita lemah yang gampang ditindas. Aku bukan tipe wanita
seperti itu. Menerima keadaan menahan diri walaupun dilecehkan ? Tidak. Lalu ? Pertama,
sedapat mungkin Aku akan menghindar bertemu dengan Pak Anton. Kedua, kalaupun harus ketemu
kuusahakan agar ada orang lain yang hadir. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk mencegah
hal-hal yang tak kuinginkan. ***

“Mbak Ti, Mbak lagi di mana ?” suara teriakan Ricky. “Di sini Mas” Aku ikut-ikut memanggil
Mas pada Ricky, seperti yang dilakukan papa-mamanya, juga “membahasakan” Putri. Aku sedang
menjaga Putri yang sedang belajar telungkup di karpet ruang tengah. “Tolongin dong Mbak
banyak pe-er nih” katanya sambil langsung saja duduk dipangkuanku dan tubuhnya menyandar di
badanku. Manja benar anak ini. “Heh … apa nih” katanya setengah kaget. Tapi sebenarnya
Aku yang kaget. Ketika dia menyandar ke badanku terasa ada yang mengganjal di punggungnya.
Tiba-tiba tangan Ricky meraba benda yang mengganjal tadi yang tak lain adalah buah dadaku.
Segera saja Aku menepis tangannya. “He ! Engga boleh begitu ya, nakal tuh namanya” seruku.
“Ehm … sory deh mBak. Ricky gak tahu. Di dada mbak kok ada yang gede gitu” katanya polos.
“Semua wanita dewasa memang begitu, masa Mas gak tahu” jelasku. “Punya Mama kok gak ada ?
” “Ada dong, kalo engga ada di mana Putri mau menyusu” “Tapi gak gede kaya punya mBak” Aku
tak tahu mengapa anak sebesar ini belum mengerti perbedaan tubuh antara pria wanita.
Kalau melihat cara bicaranya yang ceplas-ceplos spontan begitu Ricky memang tidak sedang
berpura-pura. “Tiap orang kan beda-beda Mas. Ada yang besar, sedang, ada yang kecil”
terangku. Sekalian memberi pelajaran pada anak ini. “Jadi punya Mama kecil ya mBak”
“Mungkin, Mbak kan belum pernah lihat” “Udahlah. Mana pe-er nya”potongku untuk mengalihkan
perhatian.
Risih juga Aku, anak ini menatapi bagian dadaku terus. Ricky memang mengalihkan
pandangannya, tapi tak mau turun dari pangkuanku dan punggungnya masih menyandar ke
dadaku. Anak ini semakin bermanja kepadaku dan tingkahnya cenderung semakin “nakal”.
Kalau dia duduk di pangkuanku kadang kepalanya sengaja menekan-nekan dadaku. Kadang sambil
dia tiduran di pahaku, mencuri-curi pandang ke arah selangkanganku. “mBak pake celana
putih ya” ujarnya spontan. Kadang dia masuk ke kamarku selagi Aku berganti baju. Sebenarnya
Aku makin khawatir pada tingkah lakunya ini, tapi toh dia masih kekanakan begitu. Aku tak
menganggapnya masalah serius, seperti kenakalan Bapaknya. ***

Akhir-akhir ini Aku punya kebiasaan baru yang menyenangkan. Sewaktu Aku merasa kesepian
merindukan kehadiran Mas Adi lalu jadi “panas”, kugendong Putri dan membiarkan anak itu
‘menyusu’. Putri dengan nyamannya mengemoti puting susuku yang memberiku kenikmatan baru.
Begitulah, kebiasaan yang nakal sebenarnya, tapi lumayan bisa menghiburku. Tentu saja
perbuatan ini Aku lakukan bila Aku hanya berdua saja dengan Putri.
Bagaimanapun kebiasaan yang nakal ini akan ada akibatnya. Aku kena batunya. Waktu itu
nafsuku sedang naik. Duduk di tepian tempat tidurku Aku sedang asyik ‘menyusukan’ Putri
sambil memejamkan mata menikmati kemotannya, tiba-tiba tanpa kusadari Pak Anton sudah
berdiri di depanku ! Mati Aku. Habislah Aku ! “Ti ! Ngapain kamu !” bentak Pak Anton.
Aku begitu gugup sehingga kemotan Putri terlepas, lalu dia menangis. Wajah Pak Anton begitu
marahnya. Pandangannya tidak ke mataku tapi tertuju menatapi sebelah dadaku yang terbuka
seluruhnya. Begitu takutnya sampai Aku ‘lupa’ menutup kancing bajuku. Cepat-cepat Aku
menutup dada. “Coba ulangi, apa yang kamu lakukan” Aku gemetar dan diam terpaku. Takut
setengah mati. Tamatlah Aku. “Ulangi !” bentaknya. Aku masih diam. “Aku bilang ulangi apa
yang kamu lakukan pada Putri” bentaknya lagi sambil mendekat. Perlahan Aku membuka lagi
kancing bajuku, mengeluarkan dadaku dan menyusukan Putri. Anak itu tangisnya langsung
berhenti. Pak Anton makin mendekat dan jongkok di depanku. Matanya tajam menatap dadaku.
“Ampun Pak …. dari tadi Putri nangis terus ….” akhirnya Aku mampu membuka mulut. “Kalo
Mamanya tahu kamu bisa dipecat” katanya lagi setelah agak lama sunyi. Bicara begitu tapi
matanya tak lepas dari dadaku. “Sayang …. enak ya”katanya kepada Putri sambil
mengusap-usap pipinya. Aku diam ketakutan. Begitu pula ketika Pak Anton mulai menyentuh
buah dadaku. Aku masih diam ketakutan ketika tangan Pak Anton mulai mengelus buah dadaku.
Mendadak Aku sadar, lalu bergerak mundur menghindar. Mulut Putri terlepas dari dadaku.
“Kamu diam” bentaknya. Tangan pak Anton makin leluasa mengelusi dadaku, bahkan meremasnya.
Saking takutnya Aku hanya diam membiarkan tangannya terus meremas-remas. Matanya kini
tajam menatapku. “Pantesan Putri diam …..”katanya pelan. Aku masih mematung. “Dada kamu
bagus …..” lanjutnya dengan suara serak. Aku mulai berontak menepis tangan nakal Pak
Anton.. “Diam kataku”bentaknya. Aku kalah kuat, tangannya masih saja ‘bekerja’. Putri
menangis keras.
“Putri …. Pak” kataku beralasan. Pak Anton bangkit melepaskan dadaku menuju kamar Putri.
Aku segera hendak merapikan bajuku. “Kamu diam aja di situ” bentaknya lagi. Aku menurut.
Pak Anton membuatkan susu untuk Putri. Baru kali ini Aku melihat dia membuatkan susu
anaknya. Lalu dia menidurkan Putri di kasurku dan diberinya susu. Putri langsung diam.
Pak Anton kembali ke arahku duduk, jongkok di depanku. Lalu tangannya membuka kancing
bajuku dan lalu merabai dadaku. Aku memang tak memakai bra ketika sedang “bermain” dengan
Putri. “Pak ….jangan ….” “Kamu sebaiknya diam aja, daripada kulaporkan ke Mamanya Putri
!” bentaknya, masih galak. Otakku buntu, tak mampu berpikir lagi cara untuk menghindar
dari kenakalan majikanku ini. Mungkin juga karena rasa bersalah yang besar. Aku masih
mematung ketika mulutnya mulai menciumi dadaku dan lalu mengemoti putingku. Sementara
tangan kirinya menyusup dan meremasi buah dada kananku. Lalu didorongnya tubuhku hingga
rebah ke kasur dan ditindihnya tubuhku. Aku benar-benar bagai boneka yang diam saja padahal
bahaya mengancamku. Hanya ada satu rasa, ketakutan yang amat sangat. Sampai gaunku
dilepasnya dan hanya tinggal CDku saja, Aku masih tak mampu berreaksi. Bahkan tanpa
kusadari tubuh bagian bawah Pak Anton telah telanjang. Entah kapan dia melepas celana
panjang dan CDnya. Pria ini benar-benar telah kerasukan. Dengan tubuh yang setengah
telanjang dia menindihku sementara bayinya berbaring persis di sebelahnya. Ketika dia mulai
memelorotkan CDku dan bersiap menghujamkan penis tegangnya ke selangkanganku, mendadak kesadaranku
pulih. Aku berontak keras, sekuat tenaga melepaskan dari tindihannya. “Diam Ti, layani Aku baik-baik,
Aku tak akan lapor …” Aku tetap berontak. “Kalau nggak mau diam Aku lapor” “Biar saja. Nanti saya juga
lapor ke Ibu !” kataku berani. “Kamu nanti dipecat” “Biar saja !” kataku tegas. Mendadak Aku punya
kekuatan. “Saya akan bilangin ke Ibu” tambahku. Mendadak pelukannya mengendor. Kugunakan kesempatan ini
untuk melepaskan diri. Pak Anton tidak mencoba menahanku. Aku menang !
“Tubuhmu bagus ….” Aku cepat-cepat memunguti pakaianku dan mengenakannya, di bawah sorot
mata Pak Anton. Kini Pak Anton yang mematung. Penisnya masih tegang mengacung. Hmm …
lumayan besar tapi tak sepanjang punya Mas Adi. Huh ! dalam kondisi seperti ini masih saja
Aku sempat membanding-bandingkan … “Baiklah … kamu nggak benar-benar mau lapor ke Ibu
kan ?” katanya kemudian sambil memakai CDnya. Aku diam. “Kamu masih mau kerja di sini, kan
?” “Sebenarnya saya betah kerja di sini, Pak, asalkan Bapak engga mengganggu saya lagi”
“Saya engga mengganggu kamu Ti, saya sebenarnya tertarik sama kamu dari dulu” Aku lebih
baik diam. “Saya inginkan kamu secara baik-baik” “Bapak engga boleh begitu dong” “Benar Ti,
tapi Aku menginginkan kamu” “Tolong ya Ti. Saya akan penuhi permintaan kamu. Apa saja”
“Kamu udah lama engga ketemu sama pacarmu, kan ?” lanjutnya Aku masih diam. Pak Anton
mendekat. “Aku ingin kita sama-sama menikmati” makin dekat Huh, enak saja.

“Okay, saya tunggu sampai kamu bersedia” sambil bangkit dia tiba-tiba memegang kedua bahuku
dan lalu mencium bibirku. Aku kaget mendapat serangan tak terduga ini, lalu berontak. Pak
Anton malah memelukku kencang. Makin Aku bergerak dia semakin mempererat pelukannya. Aku
menyerah, toh dia hanya menciumku. Dilumatnya bibirku dengan ketat, Aku diam membiarkan,
tak berreaksi. Aneh rasanya. Pak Anton, orang terhormat, kaya raya, punya isteri cantik ini
mencium bibir pengasuh bayinya, Aku, wanita ‘biasa’. Bibirnya melumat habis bibirku, Aku
masih mematung, tak membalas lumatannya juga tak berusaha menolak. Lalu lidahnya mulai
menyapu-nyapu bibirku dan diselipkan ke mulutku. Aku merinding. Entah kenapa lidahku
menyambut sapuan lidahnya. Dari rasa merinding Aku merasakan aliran hangat di kepalaku.
Dan … hey, bibirku mulai berreaksi membalas lumatan bibirnya ! Aliran hangat terasa
makin meluas ke sekujur tubuhku. Tangan kanannya membukai kancing bajuku dan lalu telapak
itu merabai bulatan dadaku. Cara dia merabai dadaku yang setengah mengambang mirip yang
selalu dilakukan oleh Mas Adi. Tubuhku bergetar dan rasanya Aku mulai terrangsang. Dadaku
serasa membengkak dan putingnya menegang. Perubahan ini dimanfaatkan oleh Pak Anton.
Tadinya putingku hanya dirabai oleh ujung jarinya, setelah puting itu tegang menonjol lalu
dipelintirnya. Selangkanganku mulai membasah …

Dengan cepatnya gaun seragamku dilepasnya dan tubuhku didorong hingga rebah ke kasur. Entah
kenapa Aku nurut saja. Demikian pula ketika Pak Anton menindih tubuhku dan lidahnya
menjilati buah dadaku. Mungkin karena Aku mulai terrangsang. Apalagi ketika jari-jarinya
menyusup ke CDku dan menggosok-gosok selangkanganku. Aku mulai melayang…. Entah kapan Pak
Anton memelorotkan CDku, yang jelas Aku telah bugil. Entah kapan dia mencopoti pakaiannya,
yang jelas penisnya tampak mendongak ketika dia membentangkan pahaku lebar-lebar. Detik
berikutnya penis hangat itu telah menggosoki vaginaku … Saat berikutnya lagi benda hangat
itu terasa tepat menekan pintuku … Lalu kurasakan tekanan …. Tiba-tiba wajah Mas Adi
melintas di bayanganku. Aku membuka mata. Oh … bukan wajah Mas Adi yang kulihat, tapi
kepala Pak Anton yang menunduk, memegangi penisnya diselangkanganku dan berusaha masuk. Aku
tersentak. Secara refleks pahaku menutup, tapi pria bugil ini membukanya lagi dan mencoba
menusuk lagi. Oh … ini tak boleh terjadi ! Aku mengatupkan pahaku lagi. Tapi, seberapalah
kekuatanku melawan pria yang telah terbanjur nafsu ini ? Kedua belah tangan kuatnya
menahan katupan pahaku dan menekan lagi. Tangannya boleh menahan pahaku, tapi Aku masih
punya ruang untuk menggerakkan pinggulku dan membawa hasil, penisnya terpeleset ! Pak Anton
jadi lebih “buas”, dengan kuatnya dibukanya pahaku lagi lalu mengarahkan batang tegangnya
langsung ke liangku, dan dengan kuat pula ditekannya, dan … ohh … kurasakan benda
hangat itu mulai menusuk. Rasanya “kepala”nya telah masuk.
Pegangan tangannya pada pahaku kurasakan mengendor, kugunakan kesempatan ini untuk
menutupkan pahaku kembali. Tapi tekanan tusukannya tak berkurang, justru bertambah,
sehingga penisnya tak lepas, malahan seolah Aku menjepit “kepala” yang telah masuk itu..
Dan …. edan ! Aku mulai merasakan nikmat di bawah sana. Rasanya Aku mulai menyerah, tak
ada gunanya melawan pria yang kesetanan ini. Disaksikan oleh anak bayinya pria ini mencoba
menyetubuhi pengasuhnya. Sialnya –atau untungnya ?– Tubuhku di bawah sana mulai
menikmatinya setelah seminggu lebih tak tersentuh. Oh, betapa lemahnya Aku. Betapa mudahnya
Aku menyerah. Maafkan Aku Mas Adi, Aku tak kuasa menolaknya. Air mataku meleleh …
aku menangis.
Tapi, terjadilah sesuatu yang tak disangka. Pak Anton tiba-tiba dengan cepat menarik
penisnya lalu tubuhnya rebah di atas tubuhku. Detik berikutnya kurasakan cairan hangat
membasahi perutku. Betapa leganya Aku. Pak Anton telah “selesai” walaupun belum penetrasi.
Belum ?. Tepatnya belum sempurna. Aku yakin baru kepala penisnya saja yang masuk. Dengan
begitu Aku coba meyakinkan diriku sendiri bahwa tadi memang ‘belum terjadi sesuatu’. Pak
Anton gagal memaksakan kehendaknya. Diam-diam Aku bersyukur. Hanya sebentar dia menindih
tubuhku, Pak Anton lalu bangkit membenahi pakaiannya. Kupandangi dia satu-persatu mengenakan
pakaiannya. Matanya menunduk terus, tak berani menatap mataku. Tanpa berkata sepatahpun
dia lalu keluar.

No Response to "Kisah Seorang Baby Sister"

Leave A Reply

Hii... Silakan Komentar.. Komentar Kalian Di tunggu Lho..!